Misinformasi Jadi Penghambat Aksi, Krisis Perubahan Iklim Berpotensi Menjadi Bencana Global

Misinformasi seputar perubahan iklim terbukti menjadi penghalang utama dalam penanganan krisis iklim global. Laporan terbaru dari Panel Internasional tentang Lingkungan Informasi (IPIE) mengungkap bahwa informasi palsu dan menyesatkan—baik disengaja maupun tidak—telah merusak kepercayaan publik dan menghambat kebijakan iklim.

Berdasarkan tinjauan terhadap 300 studi, IPIE menemukan bahwa aktor-aktor seperti industri bahan bakar fosil, politisi sayap kanan, dan kelompok tertentu secara aktif menyebarkan narasi palsu yang mendiskreditkan solusi iklim, termasuk energi terbarukan. Disinformasi ini diperparah dengan kehadiran bot dan troll di media sosial yang memperkuat penyebarannya.

“Jika informasi yang beredar tidak benar, bagaimana masyarakat bisa memilih pemimpin atau kebijakan yang tepat?” ujar Dr. Klaus Jensen dari Universitas Kopenhagen, pemimpin kajian IPIE, dilansir dari The Guardian, Jumat, 20 Juni 2025. Ia menekankan bahwa dunia hanya memiliki waktu sekitar lima tahun untuk memangkas emisi hingga setengahnya dan mencapai netral karbon pada 2050.

Laporan juga menyoroti bahwa disinformasi kini menargetkan pengambil kebijakan, regulator, hingga badan publik. Greenwashing—upaya memoles citra lingkungan perusahaan secara menyesatkan—jadi salah satu modus utama, dan semakin banyak disuarakan agar dikriminalisasi.

PBB melalui Global Initiative on Climate Change Information Integrity telah menyerukan tindakan tegas. Pelapor Khusus PBB, Elisa Morgera, bahkan mendesak agar misinformasi iklim dan praktik greenwashing dikategorikan sebagai tindak pidana. Sekjen PBB António Guterres sebelumnya juga menyerukan pelarangan iklan dari perusahaan bahan bakar fosil.

Brasil, sebagai tuan rumah KTT iklim COP30, akan memimpin konsolidasi negara-negara untuk memperkuat regulasi terhadap penyebaran kebohongan iklim dalam pertemuan di Bonn, Jerman. Sejumlah negara seperti Inggris, Prancis, Maroko, dan Chili telah mendukung inisiatif ini.

IPIE menilai misinformasi yang beredar sangat luas, mulai dari klaim gas fosil sebagai “bahan bakar rendah karbon” hingga teori konspirasi ekstrem yang mengaitkan kebakaran hutan dengan skenario fiktif.

Laporan menyebutkan bahwa industri bahan bakar fosil menjalankan “penipuan ganda”: awalnya menyangkal perubahan iklim, lalu menyebarkan klaim palsu bahwa mereka kini menjadi bagian dari solusi. Sektor lain seperti maskapai penerbangan, makanan cepat saji, dan pariwisata juga terlibat menyebarkan informasi keliru.

Donald Trump dan media konservatif diidentifikasi sebagai penyumbang utama penyebaran misinformasi, sementara badan intelijen asing seperti Rusia juga disebut memanfaatkan troll farm untuk menanam keraguan publik terhadap isu iklim.

Untuk menanggulangi hal ini, Uni Eropa telah menerapkan Digital Services Act guna mendorong moderasi konten platform digital. IPIE juga menekankan pentingnya pendidikan iklim yang lebih merata dan penelitian lebih luas di negara-negara non-Barat, mengingat mayoritas studi saat ini masih berfokus pada negara berbahasa Inggris.

“Tanpa integritas informasi, krisis iklim berpotensi berubah menjadi bencana yang tak terkendali,” tegas Jensen.

— The Guardian

2025-06-20
x

Check Also

Bongkar Pagar Laut di Tangerang Tanpa Koordinasi, KKP Sesalkan Tindakan TNI AL

Pihak TNI Angkatan Laut (AL) melakukan pembongkaran terhadap pagar laut di Tengerang, Banten, tanpa ada koordinasi dengan Kementerian ...

Exit mobile version