Transaksi dengan dinar dan dirham (dalam praktik barter) dinilai masih diperbolehkan di Indonesia.
Pengamat Ekonomi Syariah IPB University Irfan Syauqi Beik mengatakan, praktik yang melanggar adalah menggunakan dinar sebagai mata uang, sementara barter berbeda.
Dilansir bertuahpos.com, prinsip barter dalam bertransaksi tetap harus antara barang dengan barang.
“Misalnya barter jasa dokter dengan hasil kebun, misalnya pisang, singkong, kan itu tidak menjadikan pisang dan singkong sebagai mata uang,” ujarnya.
Praktik barter artinya terjadi antara dua aset yang memiliki nilai intrinsik dan keduanya dapat digunakan untuk alat tukar atas dasar prinsip saling ridha atau sepakat.
Jika dikaitkan dengan dinar-dirham dalam barter maka dinar-dirham tersebut bukan sebagai uang.
Irfan mengatakan, praktik barter ini masih terjadi di Indonesia, terutama di perdesaan.
Hal tersebut tidak melanggar hukum karena terjadi menurut kesepakatan kedua pihak bertransaksi dan tidak menjadikannya sebagai uang.
“Jadi dinar-dirham dalam konteks barter begitu, silakan, tidak ada masalah,” katanya. (bertuahposcom)