Junaidi, Mahasiswa Program Doktor Ilmu Komunikasi Universitas Sahid

Mungkinkah Gerakan Mahatma Gandhi di Indonesia?

JAMBITERKINI.COM – Banyak tokoh – tokoh dari berbagai negara memuji Mahatmad Gandhi, tokoh besar dari India. Teranyar, mantan Presiden Amerika Serikat ketika itu pernah menyebut dirinya sebagai pengikut Mahatma Gandhi. Kebesarannya menginspirasi berbagai lapisan masyarakat, tak terkecuali Indonesia. Namun sampai saat ini, baik ketokohan, pemikiran dan gagasannya belum ada yang mampu menggantikannya.

Mahatma Gandhi bernama lengkap Mohandas Karamchand Gandhi lahir di Porbandar, Gujarat, India Britania pada tanggal 2 Oktober 1869. Ia meninggal di ibu kota India, New Delhi di usianya yang 78 tahun. Mahatma Gandhi bukan saja seorang pemimpin spiritual dan politikus dari India, namun juga pemimpin dari gerakan Kemerdekaan India. Kekaguman padanya, diantaranya metode gerakannya yang tidak menggunakan kekerasan, melainkan dengan mengusung gerakan kemerdekaan melalui aksi demonstrasi damai.

Teori-teori Gandhi bila dicermati akan begitu meyakinkan, konsisten dan logis maupun dapat diterima. Setidaknya hal ini diakui menurut seorang profesor Amerika, Michael Nagler, bahwa Mahatma Gandhi berani melawan zaman. Mahatma Gandhi mampu membawa kembali kearifan yang telah lama terlupakan, mengemasnya sehingga bisa diterapkan di zaman modern. Pemikiran dan gerakannya menjadi salah satu hal terhebat dalam sejarah manusia. Bagaimana tidak, aksi maupun gerakannya dilakukan tanpa kekerasan dapat dipraktekkan sebagai senjata setiap orang dalam setiap situasi.

Pemikiran Mahatma Gandhi, setidaknya terdapat pada tiga hal yaitu anti kekerasan atau ahimsa, kemudian kebenaran atau satyagraha dan kemerdekaan atau swaraj. Dalam berbagai catatan, pemikiran dan gerakannya juga dipengarui berbagai tokoh dunia. Mahatma Gandhi menginginkan perdamaian, namun tanpa adanya kekerasan. Dan pemikiran dan gerakannya ini, juga mengadopsi ajaran Buddha dan Nabi Muhammad SAW. Salah satu kutipannya yang paling menarik, Mahatma Gandhi mengatakan, “saya melihat kehidupan di tengah kematian, kebenaran di tengah kebohongan, dan cahaya di tengah kegelapan. Dari sini saya menyimpulkan bahwa Tuhan adalah kehidupan, kebenaran dan cahaya. Tuhan adalah cinta. Tuhan adalah kebaikan yang sebenarnya.”

Di Indonesia, legislator DPR RI Azis Syamsuddin mengatakan, India dan Indonesia memiliki kesamaan nilai-nilai luhur yang menjadi landasan politik luar negeri, yaitu menjunjung tinggi inklusifitas secara bebas dan aktif. Mengenai tokoh besar India, katakanya Mahatma Gandhi merupakan monumen kemanusiaan yang menjulang tinggi. Nilai-nilai yang diajarkannya mampu melintasi batasan ruang, waktu, ras, budaya, agama, dan negara-bangsa. “Maka, tidak berlebihan kalau saya katakan Gandhi adalah anak semua bangsa. Dia bukan cuma milik Bangsa India, tapi milik segala bangsa dan seluruh umat manusia di dunia,” ujarnya Politis Golkar ini di Gedung Parlemen.

Sampai saat ini, bagi banyak warga India maupun para ‘pengikut’nya, Mahatma Gandhi tetap menjadi ikon menyerupai orang suci. Namun yang banyak pihak dan bahkan tokoh – tokoh menganggap ide maupun gagasan Mahatma Gandhi sudah tidak relevan lagi. Dengan kata lain, ide, pemikiran, gagasan maupun gerakan Mahatma Gandhi dapat diterapkan pada beberapa kondisi.

Kenyataannya, tak sedikit kaum pergerakan kemerdekaan Indonesia yang terilhami perjuangannya. Sukarno mempelajari dan mencontoh perjuangan Mahatma Gandhi. Bahkan ketokohan Mohammad Hatta pernah mendapat atau dijuluki Mahatma Gandhi dari Jawa. Bagi sebagian pihak, konteks gerakan ‘pembebasan jiwa maupun kemerdekaan Mahatma Gandhi sangat relevan pada masanya. Namun tidak pada masa kini, dimana perubahan kehidupan, tatanan, struktur dan perkembangan teknologi, membawa banyak perubahan termasuk kebebasan.

Mengapa demikian, karena kebebasan berkaitan dengan moral dan sosial dalam kehidupan manusia, dan dalam hal ini termasuk budaya, sosial, agama dan kondisi ragam suatu wilayah. Bicara kebebasan maka akan berkaitan dengan HAM pula. Bila melihat konsep kebebasan pada buku “jati diri Whitehead” yang dipaparkan bahwa kebebasan terdapat dua hal yaitu kebebasan negative dan kebebasan positif. Kedua kebebasan ini yang nanti akan membuat kebebasan lebih jelas dipahami. Kebebasan negative adalah tindakan kebebasan yang sebebas-bebasnya.

Menurut hardono hadi (2000) kebebasan negatif berarti tidak adanya rintangan, campur tangan, paksaan atau kontrol ketat. Sedangkan kebebasan positive lebih
menekankan kebebasan yang memiliki tujuan tertentu. Maksudnya adalah kebebasan pada diri manusia dimana dalam menentukan jalan hidupnya untuk meraih cita-cita
yang diimpikan. Kebebasan ini lebih cenderung kearah kebebasan manusia untuk menentukan pilihannya sendiri.

Kebebasan diawali dengan adanya kehendak pada diri seseorang. Kehendak merupakan hal yang paling menentukan dalam perwujudan diri seseorang entah itu dalam tundakan, perasaan, atau pikiran. Kekuatan kehendak bisa menegaskan apa yang dirasa, dipikir dan dipertimbangkan. Tanpa kehendak yang kuat apapun yang dirasa dan dipikirkan tidah mendapat perwujudan yang selayaknya. Meskipun orang mempunyai perasaan yang halus dan pikiran yang tajam, tetapi kalau tidak disertai kehendak yang teguh tidaklah akan menghasilkan sesuatu.

Perbedaan antara emas dan sampah terletak pada kualitasnya didalam bakaran api. Sampah mudah hangus sedangkan emas semakin menyala keasliannya. Demikian juga dengan kualitas kehendak (Hadi, 2000). Kehendak sebagai perwujudan diri manusia. Kehendak berada pada tindakan, perasaan atau pikiran manusia. Kehendak pada diri manusia memberikan kekuatan untuk sesorang meraih cita-cita. Kehendak dasar pada diri sesorang mengantarkan manusia untuk melakukan kebebasan positif bukan negatif. Kebebasan
positif mewujudkan kepada manusia dalam menentukan pilihan. Agar melanjutkan ke tindakan atas dasar inisiatif pribadi dan membawa ke minat manusia ke dalam bentuk – bentuk kegiatan yang diekspresikan ke tindakan kebebasan.

Memaknai hal ini, maka teori maupun gerakan Mahatma Gandhi tidak dapat sepenuhnya dilakukan persis sama di Indonesia. Diperlukan penyesuaian konteks lokal, budaya, sosial dan agama yang ada di Indonesia. Kebebasan di Indonesia jauh berbeda dengan kebebasan yang ada di India, apalagi sosial budaya. Gerakan Mahatma Gandhi di Indonesia tentu masih relevan saat ini, namun diperlukan penyesuaian dengan keragaman sosial budaya Indonesia. (*)

Tulisan sepenuhnya merupakan opini dari penulis.

x

Check Also

Banjir Produk Impor Jadi Biang Kerok PHK Massal Industri Tekstil Lokal

Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) massal yang terjadi di industri tekstil dan produk tekstil (TPT) lokal, ...