JAMBITERKINI.COM – Istilah kerja jarak jauh, tim yang fleksibel, kantor hibrida kini sering kita temui, terutama sejak pandemi COVID-19 melanda. Siap-siap saja tahun depan kita akan lebih banyak menerapkan cara kerja hibrida. Seperti apa?
Hybrid working atau pola kerja hibrida adalah kombinasi dari bekerja di kantor dan bekerja secara remote. Melalui hybrid working, karyawan memiliki keleluasaan untuk bekerja dari mana saja, bisa di kantor (WFO), rumah (WFH) atau lokasi lainnya.
Sebuah survei yang dilakukan terhadap para profesional, manajer, dan karyawan di Singapura oleh Lark, aplikasi kolaborasi yang berkantor pusat di Singapura, mengungkap bahwa 94% responden menginginkan untuk terus bekerja secara fleksibel. Catat, keinginan ini datang dari Singapura, sebuah negara yang kondisi lalu lintasnya tidak serumit kemacetan di Jabodetabek.
Berdasarkan Survei Global Talent Trend 2021 yang dilakukan oleh JobStreet, BCG, dan The Network pada November-Desember 2020 terhadap lebih dari 33.000 responden berusia 20-40 tahun berlatar pendidikan Sarjana (S1), karyawan di Indonesia sangat menyukai pengaturan kerja hibrida.
Ketika survei ini dilakukan, 54% dari total responden melaporkan bahwa mereka WFH atau kerja hibrida, sedangkan 46% dituntut WFO sepenuhnya. Namun, apabila mereka diizinkan untuk memilih, 91% responden memilih untuk bekerja dari rumah atau hibrida sementara 9% lebih suka WFO.
Salah satu pengadopsi awal teknologi digital di Indonesia, Wicaksono, atau yang lebih dikenal dengan panggilan Ndoro Kakung mengatakan bahwa teknologi memainkan peran penting dalam penerapan ekosistem kerja hibrida.
“Para pimpinan C-suite harus berpikir lebih dari sekadar pertimbangan teknis seperti bandwith atau penyimpanan cloud. Bagian penting yang sering terlewati adalah bagaimana memanfaatkan teknologi digital tersebut agar perusahaan siap bertransformasi untuk memasuki era berikutnya,” kata Ndoro Kakung.
“Di sini pentingnya penggunaan aplikasi atau perangkat lunak kolaborasi dan komunikasi yang dapat menghubungkan semua orang dalam skala luas di dalam suatu perusahaan,” sambungnya.
Untuk menerapkan ekosistem kerja hibrida yang sukses, simak lima tips dari Ndoro Kakung berikut:
Terapkan etika dan budaya kerja hibrida
Buat pedoman kerja berdasarkan etika, nilai-nilai, dan budaya yang dapat membantu karyawan berperilaku secara profesional dan penuh kewaspadaan.
Jabarkan secara jelas manfaat sekaligus batasan dari sistem kerja secara mandiri, untuk mengurangi kehadiran secara fisik di kantor. Tetapkan tujuan, target, dan ekspektasi yang jelas, serta ciptakan suasana kolaboratif.
Bangun komunikasi yang terbuka dan terpadu
Libatkan karyawan dan bantu mereka memahami bahwa keberhasilan model kerja hibrida bergantung pada cara setiap orang berkomunikasi dan terhubung dalam suatu tim di perusahaan.
Pastikan karyawan memahami gambaran besar sekaligus tugas mereka secara mendetail, baik dalam keseharian maupun saat mengerjakan proyek yang ditugaskan kepada mereka. Komunikasi yang efektif sangat penting untuk memastikan semua orang berada pada frekuensi yang sama untuk mencapai tujuan yang sama.
Beri dukungan dan fasilitas kerja yang memadai
Rancang ulang ruang kantor menjadi suatu keharusan bagi lingkungan kerja hibrida. Perbanyak ruang rapat, ruang kerja terbuka, akses untuk bekerja di luar ruangan, dan fasilitas kesehatan yang memadai.
Strategi kerja hibrida juga harus mempertimbangkan lingkungan kerja WFH karyawan, agar mereka dapat bekerja secara produktif, aman secara fisik, dan sehat secara mental, sekaligus terlindungi, baik dari sisi bisnis maupun IT.
Terapkan program work-life balance yang layak
Walau kehadiran fisik dan interaksi langsung menjadi kurang intensif, karyawan perlu diberikan peluang untuk mengembangkan diri secara pribadi dan profesional dalam suatu organisasi.
Perusahaan dan karyawan harus membahas pilihan program pelatihan, pengembangan karir, serta kesejahteraan fisik dan mental yang tersedia, berdasarkan evaluasi yang jelas dan terukur.
Adopsi teknologi digital yang bisa diandalkan
Teknologi merupakan aspek nomor satu dalam mode kerja hibrida. Teknologi yang terintegrasi dan mumpuni sangat penting untuk mendorong produktivitas karyawan dan perusahaan, meskipun tim tidak berada di satu tempat.
Perusahaan harus memastikan infrastruktur yang tersedia memadai untuk mendukung kebutuhan kerja karyawan, baik yang bekerja di kantor maupun dari jarak jauh. Salah satu elemen kunci dalam proses transformasi teknologi digital adalah pilihan dan penggunaan aplikasi kerja.
Mengacu pada pendekatan yang disampaikan Ndoro Kakung, Suryanto Lee selaku Lark Senior Professional Service Consultant untuk Indonesia, mengatakan bahwa tantangan utama metode kerja hibrida terletak pada kemampuan perusahaan untuk menerapkan platform teknologi digital yang komprehensif.
“Perangkat ini harus bisa digunakan semua karyawan, bukan hanya para ahli IT di perusahaan saja. Setiap karyawan di dalam perusahaan harus beradaptasi dengan platform yang ada untuk mendapatkan manfaat secara penuh,” ujarnya dalam keterangan tertulis.
Pada kenyataannya, tuntutan ekosistem hibrida ini memaksa perusahaan untuk memikirkan kembali semua sistem dan pengaturan dasar yang ada. Dalam prosesnya, persoalan ini bukan hanya menjadi masalah terkait IT tapi juga masuk dalam ranah SDM.
Menurut Digital Worker Experience Survey yang dilakukan oleh Gartner Inc., jumlah karyawan yang menggunakan perangkat kolaborasi meningkat menjadi hampir 80% pada tahun 2021, dari yang sebelumnya hanya digunakan oleh separuh karyawan pada tahun 2019.
Peningkatan sebesar 44% ini tentu saja didorong oleh pandemi, yang memacu penerapan aplikasi kolaborasi seperti Lark dalam skala luas. Dengan fungsi dan fitur yang terpadu, Lark yang diklaim sebagai aplikasi kolaborasi dan komunikasi all-in-one, mengintegrasikan tugas, proses kerja, dokumen, dan data dengan mulus untuk memberikan konektivitas dan keamanan tinggi kepada para pengguna.
“Lark menawarkan kemampuan kepada perusahaan untuk beralih ke teknologi digital dengan lebih lancar, lebih mudah dan dengan cara yang sangat hemat biaya. Melalui teknologi digital, Lark mengotomatisasi proses kerja dan mengurangi tugas yang biasanya harus dilakukan secara berulang-ulang,” sebut Suryanto.
“Pandemi ini menjadi tantangan besar bagi manajemen perusahaan karena perlu adanya penerapan paradigma dan metodologi baru untuk menciptakan tim yang efektif, kompak, dan produktif yang tidak hanya mampu melanjutkan bisnis seperti sediakala, tetapi juga mampu berkembang di masa depan, saat dunia memasuki era pasca-COVID,” tutupnya.
Source : detik.com