JAMBITERKINI.COM–Otoritas Jasa Keuangan (OJK) mencatat aset keuangan syariah melesat tajam sepanjang 2020. Peningkatan aset ini di luar saham syariah.
Menurut catatan OJK, pertumbuhan aset keuangan syariah di Tanah Air mencapai USD 127,82 miliar dengan market share hingga 9,9%. “Tahun lalu (2020) total aset keuangan syariah meningkat tajam,” kata Ketua Dewan Komisioner OJK Wimboh Santoso.
Dia memaparkan, aset tersebut terdiri dari aset pasar modal syariah (tidak termasuk saham syariah) sebesar Rp1.077,62 triliun, IKNB (industri keuangan non-bank) syariah Rp116,34 triliun dan perbankan syariah Rp608,9 triliu, dengan pertumbuhan 22,79% secara tahunan atau yoy. Sebegai perbandingan, di tahun 2019 aset pasar modal syariah Rp 824,19 triliun, IKNB syariah Rp 105,61 triliun, dan perbankan syariah Rp 538,32 triliun, dengan pertumbuhan 13,84% yoy.
Wimboh mengatakan, aset keuangan syariah terbukti tetap bisa tumbuh bahkan saat dihadapkan dengan situasi pendmi Covid-19.
Di tengah kontraksi kredit perbankan nasional sebesar -2,41% di 2020, pembiayaan bank umum syariah masih bertumbuh 9,5% yoy dengan ketahanan yang memadai. Total aset keuangan syariah (tidak termasuk saham syariah) mencapai Rp 1.802,86 triliun atau US$ 127,82 miliar.
Meski demikian, Wimboh mengingatkan bahwa industri keuangan syariah masih harus menghadapi tantangan yang besar kedepannya, tanpa terkecuali hal ini juga menjadi PR bagi perbankan syariah, walau pemerintah sudah berhasil menggabungkan tiga bank syariah BUMN menjadi Bank Syariah Indonesia (BRIS).
Pertama, jelas Wimboh, rendahnya tingkat pemahaman masyarakat atas produk dan layanan keuangan syariah. Menurut data, tingkat inklusi keuangan syariah 9,10%, sementara konvensional 76,19%. Tingkat literasi keuangan syariah sebesar 8,93%, sedangkan konvensional 38,03%.
“Kedua, terbatasnya sumber daya manusia dan kapasitas industri keuangan syariah,” kata Wimboh. “SDM Syariah yang berkualitas dengan kapasitas yang tinggi sangat dibutuhkan untuk meningkatkan daya saing keuangan syariah terutama dalam mengakselerasi digitalisasi produk dan layanan di masa pandemi.”
Ketiga, competitiveness produk dan layanan keuangan syariah yang belum setara dibandingkan konvensional. “Model bisnis dan variasi produk syariah yang relatif masih terbatas,” jelasnya.
Keempat, keuangan syariah belum sepenuhnya terintegrasi dalam ekosistem industri halal. “Ini mempengaruhi peningkatan market share keuangan syariah yang terbatas, dimana di Desember 2020 masih sebesar 9,9%,” katanya. (bertuahposcom)